Wednesday 28 March 2018

Bullet Theory ( Teori Peluru ) dalam Ilmu Komunikasi


     Sejarah Singkat

Teori peluru merupakan teori pertama tentang pengaruh atau efek komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan memiliki beberapa macam istilah yang masing-masing dicetuskan oleh sebagian para pakar teori komunikasi. Istilah itu di antaranya:
1.    Teori ”jarum suntik” (Hypodermic needle theory) yang dikemukakan oleh David K. Berlo
2.     Teori “stimulus-respons” oleh DeFleur dan Ball-Rokeach.
Teori peluru ini diperkenalkan pada tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleideskop stasiun radio CBS di Amerika yang berjudul ”the Invansion from Mars”. Isi teori ini mengatakan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Ia menyebutkan pula bahwa apabila pesan ”tetap sasaran”, ia akan mendapatkan efek diinginkan.
Sedangkan istilah teori ”jarum suntik” atau hypodermic needle theory” secara harfiah berasal dari kata bahasa inggris, yaitu hypodermic berarti ”dibawah kulit” dan needle bermakna ”jarum”. Istilah ini mengasumsikan anggapan yang serupa dengan teori peluru, yaitu media massa menimbulakn efek yang kuat, terarah, segera, dan langsung. Anggapan ini pula adalah sejalan dengan pengertian ”perangsang tanggapan” atau ”stimulus-respons” yang mulai dikenal sejak penelitian ilmu jiwa pada tahun 1930-an.


           Teori

Teori peluru merupakan teori pertama tentang pengaruh atau efek komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Teori peluru ini diperkenalkan pada tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleideskop stasiun radio CBS di Amerika yang berjudul “The Invasion From Mars”. Isi teori ini mengatakan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Ia menyebutkan pula bahwa apabila pesan ”tepat sasaran”, ia akan mendapatkan efek yang diinginkan.
   Menurut Wilbur Schramm, pada tahun 1950-an, teori peluru adalah sebuah proses di mana seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang bersifat pasif tidak berdaya. Akan tetapi dalam karya tulisnya yang diterbitkan pada awal tahun 1970-an, Schramm meminta kepada para peminatnya agar teori peluru komunikasi itu dianggap tidak ada, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif.
    Pernyataan Schramm tentang pencabutan teorinya itu didukung oleh Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab. Kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Adakalanya pula efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak, yaitu media massa. Seringkali pula khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk ditembak.
    Sementara itu, Raymond Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka bandel (stubborn). Secara aktif mereka mencari yang diinginkan dari media massa. Jika menemukannya, lalu mereka langsung me-lakukan penafsiran sesuai dengan kecenderungan dan kebutuhannya.
     Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan para pakar komunikasi yang ternyata tidak mendukung teori peluru tadi. Kini timbul apa yang dinamakan limitted effect model atau model efek terbatas, antara lain penelitian Hovland yang dilakukan terhadap tentara dengan menayangkan film.Hovland mengatakan bahwa pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan informasi, tetapi tidak dalam mengubah perilaku.

           Asumsi Dasar

Harold Lasswell mencoba untuk meneliti efek media massa dan apa yang dipikirkan oleh khalayak massa yang hidup pada masa itu. Menurut pengamatan Lasswell, pada kisaran tahun 1920an dan 1930an, media memiliki efek yang sangat kuat, bersifat langsung dan segera terhadap khalayak massa. Ia percaya bahwa khalayak bersifat pasif dan rapuh. Dengan menggunakan metafora sebagai sebuah referensi, Lasswell menjelaskan beberapa asumsi dengan membandingkan media dengan sebuah peluru. Ia menyatakan bahwa pesan media massa seperti peluru yang ditembakkan dari sebuah senjata, begitu pula dengan pesan media yang ditembakkan ke dalam pikiran khalayak massa, menghantam secara langsung pikiran khalayak massa dengan menggunakan pesan-pesan media massa.
Asumsi teori ini berpendapat bahwa media memiliki efek terhadap khalayak massa yang bersifat langsung, segera, dan sangat kuat. Studi mengenai efek media massa yang berkembang selama rentang tahun 1920an dan 1930an menunjukkan bahwa teori jarum hipodermik merupakan salah satu teori yang menggambarkan efek media massa yang sangat kuat. Pesan-pesan media massa berperan sebagai peluru atau jarum, yang menembak secara langsung ke dalam pikiran setiap individu dan memiliki konsekuensi mengubah perilaku khalayak massa.
Dengan demikian, intisari asumsi teori jarum hipodermik adalah sebagai berikut :
·         Manusia memberikan reaksi yang seragam terhadap stimuli atau rangsangan.
·         Pesan media secara langsung menyuntik atau menembak ke dalam kepala dari setiap anggota populasi.
·         Pesan diciptakan sedemikian rupa agar dapat mencapai respon atau tanggapan yang diinginkan.
·         Efek dari pesan media bersifat langsung, segera, dan sangat kuat dalam menyebabkan perubahan perilaku manusia.
·         Masyarakat atau publik tidak memiliki kekuatan untuk menghindar dari pengaruh media.

 

    Aplikasi


Contoh sederhana pengaplikasian teori peluru atau jarum suntik ini dalam kehidupan sehari hari adalah pada iklan air mineral yang bermerek Aqua, dimana pada saat produk air mineral ini dipublikasikan, secara langsung bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu adalah aqua. Sehingga sampai saat ini aqua sudah terdoktrin di ingatan khalayak. Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral yang bermunculan akan tetapi masyarakat akan hanya mengenal aqua sebagai air mineral. Dan juga banyak contoh merk atau brand lain yang melekat pada masyarakat seperti tipe-x yaitu berupa cairan menghapus tulisan dari pulpen yang bermerk tipe-x, sekarang walaupun banyak produk serupa yang berbeda merk dan brand masyarakat hanya mengenal dengan nama tipe-x. Ataupun Indomie yang tidak lain adalah salah satu merk dari mie instan.

       Kesimpulan

Salah satu teori komunikasi massa dalam media adalah Bullet Theory atau biasa yang disebut dengan teori peluru, artinya media massa sangat mempunyai kekuatan penuh dalam menyampaikan informasi. Apapun pesan yang disiarkan oleh media bisa dengan sendirinya dapat mempengaruhi khalayaknya. Teori ini menyatakan bahwa efek-efek merupakan reaksi spesifik terhadap khalayak. Jika seseorang menerapkan dan memprediksikan hubungan yang dekat antara pesan media dan reaksi khalayak, maka media tersebut dapat menembakkan teori ini tepat pada sasarannya.

     Saran

Komunikasi massa mempelajari hal yang terpenting dalam segala aspek, untuk itu diperlukan upaya untuk menganalisa setiap pesan yang datang dari media massa. Proses komunikasi massa dengan berbentuk “peluru” membutuhkan waktu, ruang, dan tempat yang luas kepada audience. Dalam konteks inilah kita harus menegaskan kembali persepsi kita bahwa komunikasi itu bukan sesuatu yang mudah. Karena itu, berbagai upaya terus menerus kita harus lakukan untuk meningkatkan pengetahuan komunikasi kita dan keterampilan berkomunikasi.

DAFTAR PUSTAKA


Ardianto, Elvinaro, dkk. 2015. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Severin, Werner J dan James W. Tankard, Jr. 2001. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa Edisi Kelima. Jakarta: Prenadamedia Group.



No comments:

Post a Comment

Apa itu COPYRIGHT / Hak Cipta ?

p engertian hak cipta sendiri menurut Wikipedia ialah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penu...