Sejarah Singkat
Teori peluru merupakan teori pertama tentang pengaruh atau efek
komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali
dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan memiliki beberapa macam istilah yang
masing-masing dicetuskan oleh sebagian para pakar teori komunikasi. Istilah itu
di antaranya:
1. Teori
”jarum suntik” (Hypodermic needle theory) yang dikemukakan oleh David K.
Berlo
2. Teori “stimulus-respons” oleh DeFleur dan
Ball-Rokeach.
Teori peluru ini diperkenalkan
pada tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleideskop stasiun radio CBS di
Amerika yang berjudul ”the Invansion from
Mars”. Isi teori ini mengatakan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap
pesan-pesan komunikasi massa. Ia menyebutkan pula bahwa apabila pesan ”tetap
sasaran”, ia akan mendapatkan efek diinginkan.
Sedangkan istilah teori ”jarum
suntik” atau hypodermic needle theory”
secara harfiah berasal dari kata bahasa inggris, yaitu hypodermic berarti ”dibawah kulit” dan needle bermakna ”jarum”. Istilah ini mengasumsikan anggapan yang
serupa dengan teori peluru, yaitu media massa menimbulakn efek yang kuat,
terarah, segera, dan langsung. Anggapan ini pula adalah sejalan dengan
pengertian ”perangsang tanggapan” atau ”stimulus-respons” yang mulai dikenal
sejak penelitian ilmu jiwa pada tahun 1930-an.
Teori
Teori peluru merupakan teori pertama tentang pengaruh atau efek
komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali
dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Teori peluru ini diperkenalkan pada tahun
1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleideskop stasiun radio CBS di Amerika
yang berjudul “The Invasion From Mars”. Isi teori ini mengatakan bahwa rakyat
benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Ia menyebutkan pula
bahwa apabila pesan ”tepat sasaran”, ia akan mendapatkan efek yang diinginkan.
Menurut
Wilbur Schramm, pada tahun 1950-an, teori peluru adalah sebuah proses di mana
seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib
kepada khalayak yang bersifat pasif tidak berdaya. Akan tetapi dalam karya
tulisnya yang diterbitkan pada awal tahun 1970-an, Schramm meminta kepada para
peminatnya agar teori peluru komunikasi itu dianggap tidak ada, sebab khalayak
yang menjadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif.
Pernyataan Schramm
tentang pencabutan teorinya itu didukung oleh Paul Lazarsfeld dan Raymond
Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi,
mereka tidak jatuh terjerembab. Kadang-kadang peluru itu tidak menembus.
Adakalanya pula efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak, yaitu
media massa. Seringkali pula khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk
ditembak.
Sementara
itu, Raymond Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka bandel
(stubborn). Secara aktif mereka mencari yang diinginkan dari media massa. Jika
menemukannya, lalu mereka langsung me-lakukan penafsiran sesuai dengan
kecenderungan dan kebutuhannya.
Sejak tahun
1960-an banyak penelitian yang dilakukan para pakar komunikasi yang ternyata
tidak mendukung teori peluru tadi. Kini timbul apa yang dinamakan limitted
effect model atau model efek terbatas, antara lain penelitian Hovland yang
dilakukan terhadap tentara dengan menayangkan film.Hovland mengatakan bahwa
pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan informasi, tetapi tidak dalam
mengubah perilaku.
Asumsi Dasar
Harold Lasswell mencoba untuk meneliti efek media massa dan apa yang
dipikirkan oleh khalayak massa yang hidup pada masa itu. Menurut pengamatan
Lasswell, pada kisaran tahun 1920an dan 1930an, media memiliki efek yang sangat
kuat, bersifat langsung dan segera terhadap khalayak massa. Ia percaya bahwa
khalayak bersifat pasif dan rapuh. Dengan menggunakan metafora sebagai sebuah
referensi, Lasswell menjelaskan beberapa asumsi dengan membandingkan media
dengan sebuah peluru. Ia menyatakan bahwa pesan media massa seperti peluru yang
ditembakkan dari sebuah senjata, begitu pula dengan pesan media yang
ditembakkan ke dalam pikiran khalayak massa, menghantam secara langsung pikiran
khalayak massa dengan menggunakan pesan-pesan media massa.
Asumsi teori ini berpendapat bahwa media memiliki efek terhadap khalayak
massa yang bersifat langsung, segera, dan sangat kuat. Studi mengenai efek
media massa yang berkembang selama rentang tahun 1920an dan 1930an menunjukkan
bahwa teori jarum hipodermik merupakan salah satu teori yang menggambarkan efek
media massa yang sangat kuat. Pesan-pesan media massa berperan sebagai peluru
atau jarum, yang menembak secara langsung ke dalam pikiran setiap individu dan
memiliki konsekuensi mengubah perilaku khalayak massa.
Dengan demikian, intisari asumsi teori jarum hipodermik adalah sebagai
berikut :
·
Manusia memberikan reaksi yang seragam terhadap
stimuli atau rangsangan.
·
Pesan media secara langsung menyuntik atau
menembak ke dalam kepala dari setiap anggota populasi.
·
Pesan diciptakan sedemikian rupa agar dapat
mencapai respon atau tanggapan yang diinginkan.
·
Efek dari pesan media bersifat langsung, segera,
dan sangat kuat dalam menyebabkan perubahan perilaku manusia.
·
Masyarakat atau publik tidak memiliki kekuatan
untuk menghindar dari pengaruh media.
Aplikasi
Contoh sederhana pengaplikasian teori peluru atau jarum suntik ini dalam
kehidupan sehari hari adalah pada iklan air mineral yang bermerek Aqua, dimana
pada saat produk air mineral ini dipublikasikan, secara langsung bisa
mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu adalah aqua. Sehingga
sampai saat ini aqua sudah terdoktrin di ingatan khalayak. Walaupun sudah
banyak merek-merek air mineral yang bermunculan akan tetapi masyarakat akan
hanya mengenal aqua sebagai air mineral. Dan juga banyak contoh merk atau brand
lain yang melekat pada masyarakat seperti tipe-x yaitu berupa cairan menghapus
tulisan dari pulpen yang bermerk tipe-x, sekarang walaupun banyak produk serupa
yang berbeda merk dan brand masyarakat hanya mengenal dengan nama tipe-x.
Ataupun Indomie yang tidak lain adalah salah satu merk dari mie instan.
Kesimpulan
Salah satu teori
komunikasi massa dalam media adalah Bullet Theory atau biasa yang disebut
dengan teori peluru, artinya media massa sangat mempunyai kekuatan penuh dalam
menyampaikan informasi. Apapun pesan yang disiarkan oleh media bisa dengan
sendirinya dapat mempengaruhi khalayaknya. Teori ini menyatakan bahwa efek-efek
merupakan reaksi spesifik terhadap khalayak. Jika seseorang menerapkan dan
memprediksikan hubungan yang dekat antara pesan media dan reaksi khalayak, maka
media tersebut dapat menembakkan teori ini tepat pada sasarannya.
No comments:
Post a Comment